GARDUOTO – Polemik Standar Nasional Indonesia (SNI) Pelumas terus bergulir. Kementerian Perindustrian menegaskan bahwa penunjukkan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan Laboratorium Pengujian, termasuk untuk penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pelumas secara wajib, telah sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Hal ini ditegaskan salah satunya adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
“Dalam UUNo. 3/2014 itu diatur bahwa penilaian kesesuaian SNI yang diberlakukan secara wajib dilakukan oleh LSPro dan Laboratorium Uji yang telah terakreditasi dan ditunjuk menteri,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Ngakan Timur Antara sesuai keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu (3/4).
Ngakan menjelaskan, guna mendukung penerapan SNI Wajib Pelumas, Menteri Perindustrian telah menunjuk 12 LSPro dan 10 Laboratorium Pengujian. LSPro merupakan lembaga yang menerbitkan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI Pelumas.
Sedangkan Laboratorium Penguji adalah laboratorium yang melakukan kegiatan pengujian kesesuaian mutu terhadap contoh pelumas.
Ke-12 LSPro tersebut adalah LSPro Balai Sertifikasi Industri (BSI), LSPro Balai Besar Kimia Kemasan (BBKK). LSPro Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T), LSPro Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand) Medan. LSPro Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM), LSPro Sucofindo, LSPro TUV Nord, LSPro SGS Indonesia, LSPro Ceprindo, LSPro Intertek Utama, LSPro IGS, serta LSPro GIS.
Sementara itu, 10 Laboratorium Pengujian yang ditunjuk, yaitu B4T, PPPTMBG Lemigas, Sucofindo. Wiraswasta Gemilang Indonesia, Oil Clinic Pertamina, Petrolab, Intertek Utama, SGS Indonesia, Sadikun Niaga Mas, dan Surveyor Indonesia.
“Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2018 tentang Sistem Penilaian Kesesuaian. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri, dinyatakan bahwa penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) dilakukan berdasarkan evaluasi kompetensi,” tegasnya
Pada prinsipnya, berdasarkan kedua Peraturan Pemerintah tersebut. LPK yang belum terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN). Namun telah memiliki kompetensi yang sesuai dapat ditunjuk. Dengan ketentuan dalam jangka waktu dua tahun sejak ditetapkan oleh Menteri sudah harus memperoleh akreditasi KAN.
Selanjutnya, Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas. Menyebutkan bahwa perusahaan pemegang izin usaha pabrikasi pelumas wajib menghasilkan pelumas yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Menteri.
“Kalau belum ada standar mutu yang ditetapkan, berlaku ketentuan mutu pelumas atau pelumas dasar yang diakui secara internasional,” imbuhnya.[Go/Res]