GARDUOTO – Pandemi Covid-19 ini membuat kita harus siap menghadapi kehidupan baru agar bisa memutus rantai penyebarannya.
Salah satu yang paling berimbas dan bersiap menghadapi kehidupan baru adalah kendaraan transportasi baik umum atau online.
Beberapa protokol kesehatan sudah dipersiapkan, salah satunya adalah sekat partisi yang dipersiapkan oleh operator ojol.
Hal ini coba ditanyakan ke beberapa driver Ojol membenarkan akan adanya penyekatan untuk penumpang dan driver agar tidak ada penyebaran wabah.
“Bener sih bang, katanya akan ada sekat yang telah disiapkan oleh operator. Namun katanya kita harus membayar sekat tersebut,” tegas Udi saat ditemui di Jakarta, Minggu (5/7).
Dirinya menambahkan bahwa memang sih sampai saat ini belum ada keputusan berapa harganya.
Namun berbeda dengan driver, Sonny Susmana Training Director Safety Defensive Consultant, penggunaan partisi tersebut harus ada yang diperhatikan.
Selain itu safety dengan healthy ketika berkendara dalam kondisi saat ini, memang hal yang sangat dibutuhkan dan tidak bisa dipisahkan.
“Memang penggunaan partisi tersebut hanya untuk menyiasati physical distancing. Tetapi keselamatan dalam berkendara bisa terabaikan,” tegasnya.
Sony membeberkan bahwa ketika motor bergerak dengan penyekat atau partisi, maka benda tersebut akan menangkap angin.
Sehingga keseimbangan motor mudah goyang dan berpotensi bergeser sesuai arah angin. Di sini tugas driver sangat berat.
Kecepatan efektif agar terhindar dari masalah tersebut adalah di bawah 30-40 Km per jam (Kpj). Pertanyaannya, apakah driver bisa konsisten dengan kecepatan tersebut?
penjelasan tambahan dari Sony, kecil kemungkinan terjadi penularan karena driver dan penumpang tidak bertatap muka.
“Para driver juga kan sudah diwajibkan menaati protokol kesehatan dengan menggunakan masker, helm, sarung tangan, dan jaket.
Hal tersebut menurutnya, merupakan penerapan yang sudah cukup efektif dibanding harus menggunakan partisi pembatas.
Sony menegaskan efeknya sekat partisi membuat posisi driver lebih kaku dalam berkendara, sehingga kurang maksimal mengontrol keseimbangan motornya. Tentunya kondisi ini bisa berbahaya bagi pengemudi dan penumpang.
“Pointnya sih, respon pembuat kebijakan agar telat, mungkin mereka bingung mungkin birokrasi yang berbelit. Sehingga swasta dalam hal ini Gojek dan Grab mengambil langkah sendiri dalam mensiasati pasal/aturan yang ada agar mereka diperbolehkan beroperasi,” terang Sony.
Lanjutnya, selama ini kan penekanannya Kesehatan, sehingga solusi itu yang mereka coba pecahkan tanpa melihat segi keselamatan penggunanya.
“Ini kan diadopsi dari counter-counter di indoor yang sifatnya statis. Statis dan tata muka, sementara naik motor kan dinamis dan tidak tatap muka,” tutup Sony.[Go/RES]