GARDUOTO – Perjalanan pemudik memasuki H-4 bisa dibilang sangat memuaskan dan tidak ada kemacetan. Namun masuk di pada H- 3 dan H- 2 justru berbalik keadaannya karena adanya kemacetan di jalan tol mencapai klimaksnya.
Pada H-3 kemacetan di pintu tol Cikarang Utama mencapai lebih dari 28 km. Ekor kemacetannaya pun terasa sampai Cawang, tol dalam kota.
“Bahkan pada H minus 2, hari ini, kemacetan di tol Cikampek makin parah. Tol Copali pun macet total hingga 42 km,” tegas Tulus Abadi Ketua Pengurus Harian YLKI.
Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi yaitu perpanjangan Libur Lebaran ternyata tidak efektif untuk mendorong pemudik melakukan perjalanan mudik lebih awal.
Terbukti para pemudik masih menyerbu untuk mudik Lebaran pada H-3 dan H-2. Bahkan mungkin H minus 1. Bisa juga dikatakan perpanjangan libur Lebaran tidak dipatuhi oleh sektor pelaku usaha.
Tersambungnya tol Trans Jawa juga tidak mampu menampung lonjakan kendaraan pribadi roda empat yang melewati jalan tol. Terutama tol Cikampek, dan Cipali. Peningkatan pemudik roda empat cukup signifikan.
Menurut Kemenhub pada 2017 sebanyak 3,3 juta unit dan pada 2018 mencapai 3,7 juta unit. Bisa dipastikan lebih dari 40 persennya adalah pengguna tol. Bisa dibayangkan jika jumlah pemudik di Jabodetabek mencapai 11 juta.
Dengan demikian, perpanjangan libur Lebaran dan atau tersambungnya tol Trans Jawa gagal sebagai pemecah kemacetan arus lalu lintas mudik Lebaran.
Pemerintah tampaknya juga tidak konsisten dengan janjinya, yang katanya jika kemacetan mencapai 2 km tarif tol akan digratiskan. Buktinya, kemacetan sudah mencapai 28-42 km pun tidak digratiskan.
Ke depan, solusi efektif untuk memecah kemacetan arus mudik adalah menambah akses dan kapasitas angkutan umum masal, dan angkutan umum di daerah tujuan. Bukan memperpanjang libur Lebaran dan atau bahkan akses jalan tol.
Jalan tol justru karpet merah untuk merangsang mudik dengan kendaraan pribadi, dan endingnya adalah neraka kemacetan.[Go/Res]