GARDUOTO – Kala kami memiliki waktu senggang belum lama ini, kami memutuskan untuk sejenak meninggalkan rutinitas kerja dan melakukan travelling ke tempat bersejarah, yakni Museum Kereta Api Ambarawa, Jawa Tengah.
Perjalanan menuju Museum Kereta Api Ambarawa kami mulai dari kota Semarang via tol Bawen. Waktu itu, lalu lintas menuju museum terbilang cukup lancar. Alhasil, kami bisa sampai ke tempat tujuan dalam waktu kurang lebih satu jam.
Di samping waktu tempuh yang tak terlalu lama, biaya tol yang kami keluarkan untuk menuju museum juga tak mahal, yakni hanya Rp 27 ribu, yang mana saat itu, kami keluar di ujung pintu tol Bawen.
Sesampainya di Museum Kereta Api Ambarawa, kami langsung disambut dengan gerbong kereta lawas yang masih tampak berwibawa di pintu masuk museum.
Ya, persis sebelum loket parkir museum, ada satu gerbong kereta lawas yang dipajang. Sebagai untuk penanda lokasi, keberadaan gerbong tersebut juga memudahkan kita untuk mencari letak museum.
Tak mau membuang waktu lama, kami pun menuju loket masuk museum. Ternyata, harga tiket masuknya sangat terjangkau, yakni hanya Rp 20 ribu untuk wisatawan lokal, dan Rp 30 ribu buat wisatawan luar negeri.
Begitu masuk ke area museum, kita langsung menemui lorong panjang. Sepanjang lorong, terdapat papan informasi mengenai sejarah museum itu sendiri, serta soal lokomotif yang pernah beroperasi di masa lampau.
Bergeser ke area tengah museum, kita langsung bertemu dengan bangunan asli museum yang masih sama seperti waktu masih beroperasi sebagai stasiun. Di dalam ruangan tersebut, tersimpan banyak benda peninggalan zaman dahulu, seperti alat pencetak tiket, dan masih banyak lagi.
Melangkah maju lagi, kita langsung bertemu dengan gerbong kereta kayu yang dulunya dipakai untuk mengangkut penumpang, dan ada juga yang pernah bertugas sebagai gerbong kargo. Begitu kami melihat langsung, kami dibuat cukup takjub dengan kondisinya yang masih kokoh.
Padahal, gerbong kereta kayu yang dipajang di museum ini, dulunya dipakai di era 1900-an awal. Artinya gerbong kereta kayu yang ada di museum ini, sudah berumur 120-an tahun, alias dioperasikan pada zaman penjajahan Belanda.
Pindah ke jalur lintasan sebelahnya, terparkir gerbong kereta yang umurnya lebih muda, yang beroperasi di era 1920-an. Sama seperti gerbong kereta kayu, di sini juga dipajang gerbong kereta untuk penumpang dan komersil yang diperuntukkan buat mengangkut bahan bakar solar.
Berbeda dengan gerbong kereta di era 1900-an awal yang masih memakai kayu, gerbong kereta di zaman 1920-an sudah banyak memakai material besi. Makanya, walau dari luar terlihat masih megah, tapi begitu kita lihat lantainya, sudah terlihat keropos.
Masih bicara soal gerbong kereta zaman 1920-an, rupanya pihak museum rutin menyalakan mesinnya. Tentu maksudnya adalah sebagai bentuk perawatan, meski gerbongnya sudah tak dioperasikan lagi.
Setelah puas menikmati wisata masa lalu di Museum Kereta Api Ambarawa, kami berani bilang bahwa ini adalah tempat wisata sejarah yang menarik, edukatif, dan tentunya terjangkau.
Ditambah lagi dengan suasana di sekitar museum yang kondusif dan masih asri, menambah rasa nyaman dan betah saat kita mengunjungi museum yang berada di bawah naungan KAI Wisata ini. (GO/Gie)