GARDUOTO – Kemarin, kami mendapatkan kesempatan untuk melakukan first drive Wuling Cloud EV. Tapi, pengetesannya hanya sebatas memutari Jl. Griya Utama dan Jl. Benyamin Sueb, Kemayoran, Jakarta. Meski begitu, kami sudah bisa tahu beberapa hal yang menjadi kelebihan dari Cloud EV.
Wuling Cloud EV adalah sebuah mobil yang bergenre medium hatchback. Kendati demikian, posisi berkendara yang diberikannya lebih mirip seperti sebuah Low MPV ketimbang medium hatchback.
Pasalnya, Cloud EV menyuguhkan posisi berkendara yang lebih tinggi layaknya sebuah Low MPV. Tingginya posisi mengemudi Cloud EV dikarenakan ia punya dimensi yang tinggi untuk sebuah hatchback, yakni 1.65 m.
Tidak hanya tinggi, posisi mengemudi Cloud EV juga terasa semakin nyaman karena ia punya arm rest tengah yang lebar dan empuk, serta visibilitas ke depan yang luas. Semua hal tersebut tidak hanya membuat nyaman saat mengemudi, tapi juga memberikan rasa percaya diri yang lebih.
Ditambah lagi dengan busa jok yang empuk dan dibalut kulit serta memiliki motif seperti sofa, membuat kenyamanan berkendara Wuling Cloud EV jadi kian maksimal.
Setelah merasa nyaman dengan posisi berkendara yang didapat, kami pun langsung menjalankan Cloud EV. Berbeda dengan Air EV dan Binguo EV yang tuas transmisinya memakai model putar, Cloud EV menempatkannya di belakang setir sebelah kiri.
Cara pengoperasian tuas transmisinya persis seperti milik Mercedes-Benz, yakni tekan sampai bawah untuk ke D, tarik sampai atas untuk mundur (R), dan tekan tombol di ujung tuas untuk ke P.
Obstacle pertama yang kami temui saat berjalan dengan Cloud EV ialah belok patah ke parkiran basement hotel. Di sini, Cloud EV membuktikan bahwa ia punya radius putar yang tidak besar.
Karena tanpa perlu memutar banyak setir dan ambil ancang-ancang yang jauh, Cloud EV bisa melewati belok patah dengan sangat mudah.
Setelah itu, kami pun keluar untuk masuk ke jalan raya. Dikarenakan kondisi lalu lintas saat itu sedang ramai, maka kami tak bisa mengerahkan seluruh performa yang dimiliki oleh mobil listrik rakitan lokal ini.
Tetapi, kami masih sempat menjajal mode-mode berkendara yang ada di Cloud EV, yakni Eco+, Eco, Normal, dan Sport. Pada mode Eco+, tenaga Cloud EV seakan benar-benar ditahan.
Sebab saat kita melakukan akselerasi, respons gasnya terasa berat dan lambat. Sedangkan pada Eco, sedikit lebih baik meskipun tidak bisa dibilang lebih agresif dari Eco+.
Sementara di Normal, semuanya terasa pada kadar pasnya. Mulai dari respons gas, akselerasi, dan muntahan tenaga, semuanya terasa cukup, tidak lambat, tapi juga tidak agresif.
Kemudian saat di mode Sport, barulah Cloud EV mengeluarkan performa potensialnya. Di mode ini, EV terbesar Wuling ini bisa mengeluarkan tenaganya secara spontan walau kita hanya sedikit menginjak pedal gas.
Lantas untuk masalah kenyamanan bantingan suspensi, belum bisa kami ceritakan secara komprehensif, karena pada pengetesan kemarin, jalanan yang kami lewati sepenuhnya adalah aspal yang mulus.
Tapi di sisi lain, jalanan aspal yang mulus inilah yang justru mengantarkan kami pada hal yang menjadi catatan di Cloud EV, yang mana ternyata ia punya gejala road noise. Suara gesekan ban ke jalan itu akan terdengar ke kabin saat kita berada di kecepatan di atas 40 km/jam.
Selesai menjalani kencan singkat dengan Wuling Cloud EV, kami pun tak ragu untuk memuji mobil ini karena kenyamanannya. Bukan cuma itu, mobil ini juga mudah dikendarai meski dimensinya cukup besar. (GO/Gie)