GARDUOTO – Adira Finance berhasil membukukan laba bersih Rp 597 miliar pada Semester I 2020. Laba tersebut berasal dari pendapatan bunga pembiayaan yang dijalankan perusahaan.
Hasil tersebut didapat Adira saat membukukan pendapatan bunga Rp 5,8 triliun pada semester I-2020, relatif flat atau sedikit turun sebesar 1 persen YoY, dan beban bunga turun 2 persen YoY menjadi Rp 2,3 triliun.
Menurut Presiden Direktur Adira Finance, Hafid Hadeli bahwa total piutang yang dikelola pada Semester I-2020 sebesar Rp 50,4 triliun, turun 7 persen YoY dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara segmen pembiayaan baru pada sepedamotor baru di Semester I-2020 tercatat mengalami penurunan sebesar 47 persen menjadi Rp 3,8 triliun.
Kontribusi terbesar dengan komposisi sebesar 65 persen dari total pembiayaan sepedamotor baru, diikuti oleh Yamaha 29 persen, dan Kawasaki 4 persen.
“Pembiayaan mobil baru di Semester I-2020 sebesar Rp 2,2 triliun, turun 51 persen YoY dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Segmen mobil baru komersial tercatat mengalami penurunan sebesar 47 persen menjadi Rp 1,1 triliun, sementara segmen mobil baru penumpang turun 53 persen YoY menjadi Rp 1,1 triliun,” terangnya.
Sehingga, secara keseluruhan total pembiayaan baru Adira Finance sepanjang Semester I-2020 turun sebesar 47 persen YoY menjadi Rp 10,1 triliun. Disebabkan lesunya daya beli masyarakat, dan penerapan PSBB dimana sebagian besar aktivitas ekonomi diberhentikan.
Adira Finance membukukan pendapatan bunga Rp 5,8 triliun pada semester I-2020, relatif flat atau sedikit turun sebesar 1 persen YoY, dan beban bunga turun 2 persen YoY menjadi Rp 2,3 triliun.
“Pendapatan bunga bersih relatif flat menjadi Rp 3,6 triliun, menghasilkan margin bunga bersih sebesar 13,5 persen. Beban operasional tercatat tumbuh tipis sebesar 1 persen YoY menjadi Rp 3,9 triliun di Semester I-2020,” kata Direktur Keuangan Adira Finance I Dewa Made Susila.
Dirinya menambahkan biaya kredit meningkat sebesar 22 persen YoY dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, serta adanya biaya kerugian atas restrukturisasi sebesar Rp 298 miliar.
Sehingga membawa laba bersih menjadi Rp 597 miliar, turun sebesar 37 persen YoY. Kemudian, per Juni 2020, rasio ROA dan ROE masing-masing tercatat sebesar 3,5 persen dan 16,0 persen.
Per posisi 30 Juni 2020, ia menyebut NPL mengalami kenaikan berada pada level 3,1 persen dibandingkan dengan tahun lalu, namun masih dalam batas yang terkendali. Kenaikan ini terjadi dikarenakan dampak dari pandemi Covid-19 di kuartal II-2020.
“Manajemen akan lebih berhati-hati dan selektif dalam penyaluran pembiayaan baru terutama pada sektor yang terdampak Covid-19. Gearing Ratio turun dari 3,4x menjadi 2,7x per posisi Juni 2020, yang jauh lebih rendah dari peraturan OJK yang diatur pada 10x,” tegasnya.
kendati begitu, Adira telah memenuhi tingkat likuiditas dan kebutuhan pendanaan, dan memiliki sumber pendanaan yang terdiversifikasi meliputi pembiayaan bersama dengan Bank Danamon, dan pinjaman eksternal terdiri atas fasilitas kredit dari perbankan baik dari onshore maupun offshore, dan penerbitan obligasi.
“Pembiayaan bersama mewakili dari 44 persen dari piutang yang dikelola. Pada awal tahun 2020, kami memperoleh pinjaman sindikasi offshore sebesar USD 300 juta. Pada Juli 2020, kami telah menerbitkan Obligasi PUB V dan Sukuk Mudharabah IV Tahun 2020 senilai Rp 1,5 triliun dan menandatangani fasilitas stand by dari Bank MUFG sebesar USD 280 juta,”ungkapnya.
Per 30 Juni 2020, komposisi pinjaman eksternal kami terdiri atas 60 persen pinjaman bank baik onshore dan offshore dan 40 persen berasal dari obligasi dan sukuk.[Go/RES]