GARDUOTO – Grab berusaha membantu mitra pengemudi untuk memahami cara mereka mengemudi dengan lebih baik, guna memberikan pengalaman berkendara yang lebih aman dan nyaman bagi mitra pengemudi dan pelanggan.
Dengan mengumpulkan data GPS, giroskop, dan akselerometer dari aplikasi Grab, kami mampu menyajikan laporan telematika mingguan kepada mitra pengemudi kami tentang pola mengemudi mereka, termasuk kecepatan, akselerasi, dan pengereman sehingga mereka tahu apa yang harus mereka perbaiki.
Cara mengemudi yang lebih baik mengalami peningkatan secara signifikan, sejak peluncuran telematika pada bulan Maret tahun 2017 lalu.
Pada bulan Juli 2017, jumlah rata-rata perilaku berkendara dengan kecepatan di atas rata-rata (mengebut) adalah 0,7 per 100 kilometer, pada bulan Juli tahun 2018, angka tersebut turun sebesar 64%.
Perilaku berkendara dengan tingkat pengereman dan mengebut (akselerasi) secara mendadak per kilometer, telah berkurang masing-masing 23% dan 50% dari tahun 2017 ke tahun 2018.
Pengereman dan akselerasi mendadak merupakan pengalaman tidak menyenangkan bagi penumpang.
Perilaku tersebut juga berhubungan erat dengan perilaku mengemudi yang tidak aman, seperti mengemudi terlalu dekat di belakang kendaraan lain, cara mengemudi yang agresif dan kehilangan fokus di jalan.
Di sisi lain, ketika pengemudi mengerem atau menginjak gas lebih sering dari yang dibutuhkan, mereka akhirnya membuang lebih banyak bahan bakar serta merusak rem dan tapak ban.
Dikenal dengan julukan“lead foot syndrome”, perilaku mengemudi ini juga terbukti kurang ramah lingkungan karena mengeluarkan gas yang lebih berbahaya dan juga mencemari lingkungan.
“Mitra pengemudi kami melihat laporan telematika ini sebagai salah satu sarana praktis yang membantu mereka untuk menjadi pengemudi yang lebih baik. Mereka merasakan manfaat langsung ketika mereka dapat menghemat uang dengan berkendara lebih efisien, yang dapat menghemat bahan bakar mereka,” ungkap Nicholas Chng, Head of Safety and Security Grab.
Dengan melacak data telematika dan mengamati pola mengemudi, kami juga lebih mampu memberikan pelatihan proaktif kepada mitra pengemudi jika diperlukan.
Laporan telematika ini adalah bagian dari inisiatif ‘Roadmap Teknologi Perjalanan Lebih Aman’, mencakup pengukuran spesifik dengan tujuan mengubah kebiasaan berkendara mitra pengemudi.
Contohnya adalah dengan pemantauan tingkat kelelahan mitra pengemudi, untuk mendorong perubahan perilaku jangka panjang.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 25% dari total jumlah kecelakaan lalu lintas yang fatal di dunia terjadi di Asia Tenggara (menurut WHO termasuk Indonesia, Myanmar, dan Thailand). Sementara itu, wilayah Pasifik Barat (termasuk Malaysia, Singapura, Filipina, Kamboja, dan Vietnam) memiliki jumlah cedera fatal akibat kecelakaan lalu lintas tertinggi di dunia.
Namun, tingkat kematian akibat kecelakaan sangat bervariasi di berbagai wilayah ASEAN. Sebagai contoh, tingkat kematian per 100.000 dari total jumlah populasi di Malaysia dan Thailand dicatat lima kali lebih tinggi dibandingkan di Singapura.
Sementara di Indonesia, terdapat 28.297 kematian akibat kecelakaan lalu lintas pada tahun 2014 yang menjadi faktor penyebab hilangnya 3 persen PDB.
Mengacu pada fakta tersebut, kami telah bermitra dengan sejumlah lembaga pemerintah di Asia Tenggara, untuk mengembangkan beragam program yang ditujukan untuk mengatasi masalah keselamatan mereka.
“Beragam inisiatif yang bertujuan untuk mengubah perilaku manusia seperti laporan telematika saat ini sudah mulai membuahkan hasil. Meskipun jarak yang ditempuh oleh pengemudi Grab di Indonesia tahun ini bertambah dua kali lipat dari tahun lalu, tetapi jumlah rata-rata kecelakaan karena mengebut justru turun sebanyak 76%. Hal ini merupakan sebuah perbaikan terbesar di wilayah ini. Sementara itu, jumlah rata-rata perilaku menginjak gas dan mengerem mendadak per kilometer juga turun masing-masing sebanyak 51% dan 25%,” tambah Nicholas.
“Penggunaan data telematika dari ponsel pintar masih merupakan hal yang baru sehingga kami harus menciptakan algoritma untuk mengukur indikator perilaku mengemudi yang tidak aman dari nol,”.
Pertama, Grab membuat sebuah daftar statistik deskriptif atau “fitur” yang dianggap mengindikasikan perilaku mengemudi yang berbahaya.
Sebagai contoh, mengemudi dengan kecepatan tertentu di atas batas yang berlaku secara nasional dapat dianggap sebagai perilaku mengebut sehingga bisa dikategorikan tidak aman.
Memakai modelmachine learning, fitur-fitur hipotesis ini lalu dapat divalidasi menggunakan data dari serangkaian perjalanan yang dilaporkan penumpang, sebagai perilaku mengemudi berbahaya (yang juga telah dikonfirmasi berbahaya setelah investigasi oleh Grab).
Tahap ini dilakukan untuk memastikan semua fitur dapat secara jelas mengindikasikan perilaku mengemudi tidak aman.
Dengan hadirnya algoritma ini, Grab saat ini dapat secara efisien memproses data GPS dalam jumlah sangat besar dari mitra pengemudi kami.
“Hal ini terdengar seperti sesuatu yang umum, namun hasil investigasi kami menunjukkan bahwa para penumpang menginginkan dan mengapresiasi usaha kami untuk menghadirkan perjalanan dengan perilaku mengemudi yang aman. Perjalanan yang termonitor oleh model keamanan telematika kami sebagai perjalanan aman, secara signifikan mendapatkan penilaian (rating) lebih tinggi dibandingkan perjalanan yang termonitor sebagai kurang aman. Perjalanan yang aman memiliki kejadian pengereman dan akselerasi mendadak serta perilaku mengebut yang lebih sedikit,” terang Nicholas. [Go]